Siapa sih yang gak seneng denger pujian ? semua pasti suka. Nggak cewek, nggak cowok. Boong banget kalo ada yang bilang cuman cewek yang demen dirayu bin dipuji. Coba deh cowok dibilang ganteng, pasti idungnya bakalan mekar, kembang kempis.
Seperti kemarenan, ada yang bilang gini, “ widie emang baik..”, “wid, kamu manis” (ehem!), ato “ wid, kamu bijak deh” sampe ada yang bilang, “ wid, kamu kok agak kurusan..” (wew, yang ini jelas basa-basi. Widie kurusan ?! please deh... ).
Ngedengernya emang enak banget. Bikin pe-de melonjak drastis. Abis itu bawaannya pengen ngacaaaa melulu. Hihihi.
Sedikit pujian rasanya oke aja, supaya kita gak merasa rendah diri, dan merasa eksis. Tapi kalo kebanyakan, jangan-jangan kita jadi terlena, lantas menilai diri sempurna dan gak punya cela. Wah, kalo begini kan bisa bikin gede kepala alias sombong. Kalo bahasanya ustadnya mah “ujub” namanya, yang kalo gak salah dalam bahasa indonesia artinya bangga diri.
Keliatannya sih sepele, tapi kalo berkembang, ini bisa jadi penyakit riya. Dan Riya itu termasuk sirik kecil, lho. Gawat kan ?
Bila kita melakukan sesuatu yang baik, lalu ada yang memuji, kemudian ada rasa senang di hati, mungkin masih tak apa. Yang gawat , kalo kemudian kita menikmati pujian itu lalu melakukan sesuatu demi memperoleh kesenangan dari pujian itu. Ya baliknya ke Riya tadi.
Hmm, menahan diri agar emosi tak terbakar oleh sepatah makian mungkin terasa sulit. Namun, jauh lebih sulit menahan kerusakan diri akibat sebuah sanjungan yang kita telan mentah-mentah....
Kata-kata ini udah tertoreh sekian lama di buku diary gue, yang akhir-akhir ini jarang disentuh apalagi setelah gue punya blog. Kata-kata yang sering jadi senjata gue buat ngelawan efek buruk dari sebuah pujian. Karena gue nggak mau, dari tersanjung akhirnya jadi tersandung. Ibarat diterbangin ke langit tinggi, abis itu dibanting ke bumi. Ancur kan ?!
No comments:
Post a Comment